Sugeng Rawuh
Sugeng Rawuh
Kita makan untuk hidup
Bukan hidup untuk makan
Jumat, 25 Juni 2010
Padi
Padi termasuk dalam suku padi-padian atau Poaceae (sinonim: Graminae atau Glumiflorae).
Terna semusim, berakar serabut; batang sangat pendek, struktur serupa batang terbentuk dari rangkaian pelepah daun yang saling menopang; daun sempurna dengan pelepah tegak, daun berbentuk lanset, warna hijau muda hingga hijau tua, berurat daun sejajar, tertutupi oleh rambut yang pendek dan jarang; bunga tersusun majemuk, tipe malai bercabang, satuan bunga disebut floret, yang terletak pada satu spikelet yang duduk pada panikula; buah tipe bulir atau kariopsis yang tidak dapat dibedakan mana buah dan bijinya, bentuk hampir bulat hingga lonjong, ukuran 3 mm hingga 15 mm, tertutup oleh palea dan lemma yang dalam bahasa sehari-hari disebut sekam, struktur dominan adalah endospermium yang dimakan orang.
Setiap bunga padi memiliki enam kepala sari (anther) dan kepala putik (stigma) bercabang dua berbentuk sikat botol. Kedua organ seksual ini umumnya siap reproduksi dalam waktu yang bersamaan. Kepala sari kadang-kadang keluar dari palea dan lemma jika telah masak.
Dari segi reproduksi, padi merupakan tanaman berpenyerbukan sendiri, karena 95% atau lebih serbuk sari membuahi sel telur tanaman yang sama.
Setelah pembuahan terjadi, zigot dan inti polar yang telah dibuahi segera membelah diri. Zigot berkembang membentuk embrio dan inti polar menjadi endospermia. Pada akhir perkembangan, sebagian besar bulir padi mengadung pati di bagian endospermia. Bagi tanaman muda, pati berfungsi sebagai cadangan makanan. Bagi manusia, pati dimanfaatkan sebagai sumber gizi.
Satu set genom padi terdiri dari 12 kromosom. Karena padi adalah tanaman diploid, maka setiap sel padi memiliki 12 pasang kromosom (kecuali sel seksual).
Padi merupakan organisme model dalam kajian genetika tumbuhan karena dua alasan: kepentingannya bagi umat manusia dan ukuran kromosom yang relatif kecil, yaitu 1.6~2.3 × 10pangkat8 pasangan basa. Sebagai tanaman model, genom padi telah disekuensing DNA, seperti juga genom manusia.
Pemuliaan padi telah berlangsung sejak manusia membudidayakan padi. Dari hasil tindakan ini orang mengenal berbagai macam ras lokal padi, seperti rajalele dari Klaten atau cianjur pandanwangi dari Cianjur. Orang juga berhasil mengembangkan padi lahan kering (padi gogo) yang tidak memerlukan penggenangan atau padi rawa, yang mampu beradaptasi terhadap kedalaman air rawa yang berubah-ubah. Di negara lain dikembangkan pula berbagai tipe padi (lihat bagian Keanekaragaman padi).
Namun demikian, pemuliaan padi secara sistematis baru dilakukan sejak didirikannya IRRI di Filipina. Sejak saat itu, berbagai macam tipe padi dengan kualitas berbeda-beda berhasil dikembangkan secara terencana untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia.
Pada tahun 1960-an pemuliaan padi diarahkan sepenuhnya pada peningkatan hasil. Hasilnya adalah padi IR5 & IR8 (di Indonesia diadaptasi menjadi PB5 & PB8). Walaupun hasilnya tinggi tetapi banyak petani menolak karena rasanya tidak enak (pera). Selain itu, terjadi wabah hama wereng coklat pada tahun 1970-an. Puluhan ribu persilangan kemudian dilanjutkan untuk menghasilkan kultivar dgn potensi hasil tinggi & tahan terhadap berbagai hama & fitopatologi penyakit padi. Pada tahun 1984 Indonesia pernah meraih penghargaan dari PBB (FAO) karena berhasil meningkatkan produksi padi hingga dalam waktu 20 tahun dpt berubah dari pengimpor padi terbesar dunia menjadi negara swasembada beras. Prestasi ini, sayangnya, tdk dpt dilanjutkan. Saat ini Indonesia kembali menjadi pengimpor padi terbesar di dunia.
Hadirnya bioteknologi & rekayasa genetika pada tahun 1980-an memungkinkan perbaikan kualitas nasi. Sejumlah tim peneliti di Swiss mengembangkan padi transgenik yg mampu memproduksi toksin bagi hama pemakan bulir padi dgn harapan menurunkan penggunaan pestisida. IRRI, bekerja sama dengan beberapa lembaga lain, merakit padi emas (golden rice) yang dapat menghasilkan pro-vitamin A pada berasnya, yang diarahkan bagi pengentasan defisiensi vitamin A di berbagai negara berkembang. Suatu tim peneliti dari Jepang juga mengembangkan padi yg menghasilkan toksin bagi bakteri kolera. Diharapkan beras yg dihasilkan padi ini dapat menjadi alternatif imunisasi kolera, terutama di negara-negara berkembang.
Sejak penghujung abad ke-20 dikembangkan padi hibrida, yg memiliki potensi hasil lebih tinggi. Karena biaya pembuatannya tinggi, kultivar jenis ini dijual dgn harga lebih mahal daripada kultivar padi yg dirakit dgn metode lain.
Selain perbaikan potensi hasil, sasaran pemuliaan padi mencakup pula tanaman yg lebih tahan terhadap berbagai organisme pengganggu tanaman (OPT) & tekanan (stres) abiotik (seperti kekeringan, salinitas, & tanah masam). Pemuliaan yg diarahkan pada peningkatan kualitas nasi juga dilakukan, misalnya dgn perakitan kultivar mengandung karoten (provitamin A).
Keanekaragaman budidaya
1. Padi gogo
Suatu tipe padi lahan kering yg relatif toleran tanpa penggenangan seperti di sawah.
2. Padi rawa
Padi rawa dibudidayakan di daerah rawa-rawa. Padi rawa mampu membentuk batang yang panjang sehingga dapat mengikuti perubahan kedalaman air yang ekstrem musiman.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar